Langsung ke konten utama

Menjadi Muslim tanpa Golongan

Di dalam Al Quran, Allah melarang umat agama ini untuk memecah-mecah agamanya menjadi beberapa golongan, dimana setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. Hal ini dinyatakan dengan sangat jelas di dalam Surah Ar Rum ayat 31-32 (QS30:31-32), dan juga tersirat dalam surah Al Mukminun (QS 23:52-53) serta Al Anbiya 92-93. Namun demikian, ternyata apa yang dilarang Allah benar-benar menjadi kenyataan: umat Islam terpecah-pecah menjadi beberapa golongan (besar), antara lain syiah, khawarij, murji'ah, muktazilah, dan ahli sunnah wal jama'ah. Dan ternyata setiap golongan memang benar-benar merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka, termasuk Ahli Sunnah wal Jama'ah. Ahli sunnah wal jama'ah sering kali merasa bangga dengan golongan mereka sendiri karena mereka mengklaim sebagai satu-satunya golongan umat Islam dari 73 golongan yang ada yang akan selamat. Tapi apakah memang benar demikian? Benarkah sikap Ahli Sunnah wal Jama'ah yang mengklaim sebagi satu-satunya golongan umat Islam yang akan selamat?

Jika kita hanya merujuk kepada Al Quran, tentu saja sikap membanggakan golongannya sendiri adalah sikap yang tidak benar. Bahkan di dalam surah Ar Ruum ayat 31 di atas, sikap seperti ini disamakan seperti sikap orang musyrik. Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari sikap membanggakan golongan sendiri?

Menurut saya, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah jika kita tidak mengkotak-kotakkan umat Islam menjadi beberapa golongan. Caranya antara lain dengan membuka wawasan kita dan kita menimba ilmu dari orang-orang dari berbagai golongan yang ada, seperti syiah, muktazilah, murjiah, qadariyah, dan tentu saja dari ahli sunnah. Saya percaya bahwa ada hal-hal yang baik dari setiap golongan yang dapat kita pelajari. Dengan demikian, kita tidak bisa mengklaim bahwa kita berasal dari satu golongan tertentu, karena faktanya ilmu yang kita ambil memang berasal dari berbagai macam golongan.

Saya pribadi, walaupun pada awalnya saya belajar Islam dari sudut pandang Ahli Sunnah wal Jama'ah, namun setelah saya dewasa, karena satu dan lain hal, kemudian saya memutuskan untuk mempelajari Islam dari sudut pandang lain, antara lain dari golongan Anti-Hadits/Ingkar Sunnah (Rashad Khalifa), Islam Liberal (Ulil Abshar Abdalla cs), Syiah, Muktazilah, Murji'ah dan lain-lain. Sehingga kalau saya ditanya orang, "Kamu Islam aliran/golongan apa?" Saya sendiri bingung untuk menjawabnya. Akan lebih mudah bagi saya untuk mengatakan bahwa saya muslim, tanpa ada embel-embel dari aliran atau golongan apapun. Karena memang sejatinya ilmu yang saya adopsi atau yang saya pahami memang berasal orang/tokoh dari berbagai aliran seperti dari Rashad Khalifa yang dicap Ingkar Sunnah, dari Ulil Abshar Abdalla yang dianggap Liberal, dari buku-buku syiah, muktazilah, murjiah, dan lain sebagainya. Bahkan saya pun membaca juga buku-buku yang ditulis oleh rabbi-rabbi Yahudi terkait ajaran Noahide. Karena saya berpikiran positif bahwa orang-orang yang saya jadikan rujukan adalah orang-orang yang ingin mencari kebenaran berdasarkan ajaran yang mereka terima (secara tidak langsung) dari Rasul Allah, dan saya percaya bahwa pada hakikatnya apa yang diajarkan oleh para Rasul mulai dari Nabi Nuh, Nabi Musa, hingga Nabi Muhammad, pada intinya adalah sama, yaitu mengakui ketauhidan Tuhan Yang Maha Esa.

Jadi, kalau ditanya, saya dari golongan mana? Saya mungkin akan menjawab, "Saya sunnah sekaligus syiah, saya murji'ah sekaligus muktazilah, saya monotheist sekaligus pluralis, saya mukmin sekaligus bnei Noach, saya muslim sekaligus ash-shabi'.

wa Allahu a'lam

Keterangan:
bnei Noach atau the Noahide, adalah orang-orang yang mengikuti Tujuh Hukum yang konon katanya sudah ada sejak zaman Nabi Nuh, yaitu tidak melakukan perbuatan syirik, tidak mengatakan sesuatu yang buruk untuk Tuhan, tidak membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, tidak memakan bangkai atau sesuatu yang terpotong dari seekor binatang ketika binatang tsb masih hidup, dan menetapkan mahkamah pengadilan.

Ash-shabi' sebagaimana disebutkan di dalam Sahih Bukhari, menurut Abu Abdullah adalah orang yang keluar dari suatu agama kepada agama lain (convert). Sedangkan Abu Aliyah berkata bahwa Ash Shabiun adalah sekelompok dari Ahlul Kitab yang membaca Kitab Zabur.
Sahabat Nabi generasi awal seperti Abu Dzar pernah disebut sebagai Ash-Shabi'
Di dalam wikipedia berbahasa Inggris antara lain dikatakan bahwa "... From such a root and in the context of the Qurʼanic passages, it may refer to all people who leave their faiths, finding fault in them, but have yet to come to Islam, related to the Hanif."


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Believe in the Scripture Before the Quran

In the Holy Koran, there is a particular verse that command the believers to believe in the Book before the Quran. " O you who believe, believe in Allah and His Messenger, and the Book which He sent down upon His Messenger, and the Book which He sent down earlier . And whoever disbelieves in Allah, and His Angels, and His Books, and His Messengers, and the Last Day, then he has certainly gone far astray ." (the Quran 4:136) “The Book which He sent down earlier ” or “the Scripture which He sent down before” is in singular form, which means that there is “only” one Book that every believer has to believe in other than the Quran. But which one? There are many books that had been sent down before Muhammad. The Torah, Psalms, and the Gospel, to name a few; not to mention the books that were given to the Prophets like Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, Jonah, etc. To identify which book that the Quran talked about in the verse above, we have to look in some other verses: 1. “And befor...

Beriman kepada Kitab Sebelum Al Quran

Di dalam Al Quran terdapat sebuah ayat yang secara spesifik memerintahkan orang-orang beriman untuk beriman kepada kitab sebelum Al Quran. Ayat tersebut adalah sebagai berikut: “Hai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan sebelumnya . Barangsiapa yang kadir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya ia telah sesat sejauh-jauhnya” (QS 4:136) Kebanyakan muslim kurang memperhatikan ayat ini. Bagi kebanyakan muslim, beriman kepada kitab sebelum Al Quran berarti percaya bahwa dahulu Allah pernah menurunkan kitab Taurat, Injil, Zabur, dll kepada nabi-nabi terdahulu, namun sekarang kitab-kitab tersebut sudah tidak ada lagi. Adapun kitab suci umat Kristiani dan umat Yahudi yang ada pada saat ini sudah tidak murni lagi karena ia sudah diubah dan diedit, dan oleh karenanya kita umat muslim tidak perlu beriman ...

Iqra, ayat yang pertama kali turun

Dalam hadits ketiga dalam kitab Sahih Bukhari Bab I tentang Permulaan Wahyu yang diriwayatkan dari Aisyah, disebutkan bahwa ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah tiga ayat awal surat Al Alaq ( Iqra bismi rabbikalladzi khalaq, khalaqal insaana min alaq, iqra, warabbukal akram ). Dan dalam hadits yang sama juga disebutkan bahwa Nabi berkonsultasi kepada Waraqah bin Naufal, dan kemudian setelah Waraqah bin Naufal meninggal dunia, wahyu terputus selang beberapa waktu. Saya memahaminya, sebelum Nabi mulai berdakwah ( Yaa ayyuhal muddatsir dan yaa ayyuhal muzzammil ), semestinya Nabi sudah memiliki bekal terlebih dahulu mengenai materi apa yang ingin disampaikan kepada kaumnya. Dan salah satu cara untuk mengetahui mengenai apa yang ingin didakwahkan adalah dengan membaca kitab suci. Tapi kitab suci yang mana? Banyak riwayat yang mengindikasikan bahwa beberapa surat yang pertama kali diturunkan adalah Iqra, Al Muddatsir, Al Muzzammil, Al Qalam, dan Adh Dhuha, dimana kalau ...